Senin, 15 Desember 2008

Muses

Hari ini gue teringat sesuatu yang udah lama berusaha gue pendam. Kenangan gue selama pertukaran pelajar dulu banyak yang nggak ingin gue ingat. Rasa-rasanya lega banget saat gue kembali dan semua temen-temen gue mengatakan hal yang sama.

"Prad. Rasanya kok kayak elo cuman ilang buat liburan ya?"

"You haven't changed!"

"Rasanya kayak dulu lagi ya."

Dan kalian tahu betapa membahagiakannya mendengar itu semua? Kalau gue punya kehidupan di sini dan wajah-wajah familier yang gue cintai. It feels so good to be home. Maafin gue yang egois, banyak orang yang ingin banget ikut pertukaran pelajar sedangkan gue malah menyia-nyiakannya seperti ini. Tapi inilah gue apa adanya. So please, spare me from those cliched words. Dan banyak hal-hal yang memang sebaiknya dilupakan.

Total.

Tapi gue nggak bisa melupakan Tatyana. Haha, sorry gue bukan lesbian. Tapi kalau mau bilang gue gila ato sinting, psiko mengerikan, terserah. Tapi bukan lesbian--karena hubungan gue dan Tatyana bukan seperti itu. Gimana ya mulainya? Dia juga anak pertukaran, dari Russia. Dari Novgorod--geez, gue pengen banget ke sana. Dia pesimistis dan sarkastik mampus. Berapa kali gue kesel banget sampe pengen nyekek dia, udah nggak keitung banyaknya. But I do love her.

It is not that kind of love. Not a platonic, sisterly love either. No. It's a more selfish kind of love. I love her as I love myself.

Creepy? Suits yourself. Kalian bisa angkat kaki sekarang. Gue nggak menghentikan loh..

So. Gue mulai mengenal dia lebih deket juga pas terakhir-terakhir. Entah gimana mulainya, yang jelas gue stuck sama dia, bahkan disangka lesbian bla3... Tapi dia jenis temen yang nggak pernah gue punya. Jenis yang--gue bahkan nggak punya kata-kata untuk menjelaskannya. Tatyana ada. Itu aja. Mari kita mulai dari deskripsi fisik agar kalian bisa merasakan keberadaan Tatyana sebagaimana gue merasakannya. Dia lebih muda setaun dari gw. Tingginya sedeng, sama kayak gue hanya lebih pendek, artinya kira-kira di atas 165 dan di bawah 170. Rambutnya cokelat panjang dan amat tebal, matanya kecil dan warnanya emas. Yep. Emas. Kalau kalian kira cuman Edward yang matanya emas, kalian salah. Warna mata dia hazel muda, dan--man--kalau di bawah matahari warnanya jadi emas. Matanya kecil dan alisnya tebal, hidungnya besar dan bengkok, bibirnya tipis dengan lengkung yang khas. She's a Russian all over. Amat. Sangat. Russia. Semua yang kalian lihat di dia meneriakkan 'RUSSIA!'.

Bahkan cara dia ngomong itu... Hahaha, iyalah. Dan gue pikir orang Russia ngomongnya kayak di film-film spy gitu. Lebih lucu ternyata. I love her accent. Dan cara dia manggil gue juga... Cuman dia yang bisa manggil gue dengan suara yang sangat menyebalkan, melengking, dan kayak menuntut perhatian absolut. Kadang gue pengen jitak dia hanya karena dia buka mulut. Lol.

Dan dia sangat negatif. Dengan semua ke-pesimistis-an itu, sinis dan sarkastik, banyak anak2 cowok yang jiper setelah dia jutekin mampus. Gue nggak ngerti gimana kita bisa jadi deket. Kalo kalian pernah baca buku Anne Rice yang Vampire Lestat, mungkin kalian tahu karakter Nicolas de Lenfent? Sahabat dekat Lestat itu? Apa boleh gue meninggikan diri dengan menyamakan Tatyana-Gue dengan Nicolas-Lestat? Karena sebegitunya. Setiap percakapan kita, seapatis apapun itu, sepathetic, menyedihkan, dan tidak meaningnya percakapan kami... Isinya hanya keluhan dan ketidakpuasan akan dunia, tapi kenegatifan itu lah. Tatyana kept me sane. Nggak perlu topeng palsu dengan dia, nggak perlu, gue sebegininya dan dia pun sama.

"Ditta~! If I were a guy, I would date you for sure!"

"Err..."

"No.. It doesn't seem right. If you were the guy then!"

"Do you think I would date you?"

"DITTA~!"

"Aahahahaha!! Okay, fine. Yeah, I guess I'd do the same. If I were gay. That is."

Again. Creepy. Even for me. But she's right. Gue sangat egois, asal tau aja, dan nggak ada mungkin yang lebih cocok untuk gue pacarin kalo bukan orang yang begitu serupa dengan gue. Dan Tatyana, in a way, is me. Lalu saat gue tahu bahwa dia jauh lebih naif, kalo dia masih bersih dan nggak seperti gue yang udah berada dalam tingkatan pariah--kalau sampai orang tahu semuanya. Jadi gue nggak pernah ceritain banyak hal tentang gue ke dia. Gue udah cukup seneng dengerin dia ngomong sendiri, gue nggak perlu susah-susah mikir topik apa. Gue bisa duduk dan baca buku seenak jidat dan dia bakal ngoceh di samping gue, atau gue kerjain lukisan ato patung gue sementara dia curcol ga beres-beres. Tatyana suka banget Arctic Monkeys dan Forever the Sickest Kid. Gue ga suka, tapi sekarang gue jadi suka. Tapi dari dulu gue suka Keane dan dia juga, kita dengerin berulang kali She Has No Time-nya selama di bis pas field trip.

Dan patung itu. Mephistopheles gue. Itu Tatyana. Serem ya? Haha. Di kelas musim panas, gue ambil seni. Dia ambil seni juga karena pengen ama gue lebih sering sebelum kita harus pulang ke negara masing2. Projek bikin patung. Gue pengen bikin patung orang, awalnya cuman bentuk kepala lonjong kayak bayi. Ato mumi mesir? Yang jelas gue bener2 terhanyut waktu itu. Dan di samping gue adalah dia.

JEDER.

Dan hidung patung itu persis ama idung dia. It is her, in a way.

Dia kasih gua lukisan Pushkin. Sambil senyum miris dan bilang kalau dia pikir nggak akan ada orang yang bakal ngehargain itu selain gue. Dan kalian tahu betapa senengnya gue? Pushkin. Gue pengen ke Novgorod sekarang. Kota Pushkin dan Tatyana.

Waktu gue nganter dia di airport, gue nggak nangis sedikit pun. Gue nggak ngerasain apa pun. Kayak gue bakal tetep ketemu dia besok di sekolah. Kita berdua bingung... Mungkin.

Well, dia emang nggak pernah pergi. She's somehow become a part of me.

Gue ceritain semua rahasia gue ke dia. Di tangga di balik panggung gym, gue mau latihan drama untuk pementasan. Dan dia cuman terdiam tanpa ekspresi berarti. For a moment I thought I lost my friend.

"...I think I understand now, why you were so older. You've experienced a lot more than me."

"I'm sorry..."

She just smiled and hugged me. Dua hari sebelum dia pulang, sehari sebelum gue nginep ama dia dan temen2 yang lain. Dia telepon gue dengan keadaan mabuk. Kami, para pelajar pertukaran dilarang keras untuk minum. Besoknya dia cerita keseluruhannya. Sebotol vodka dan seorang cowok. Tatyana mencium cowok untuk pertama kali dalam hidupnya, dia 15 tahun. Gue nggak pernah mengira kalau dia masih semurni itu, gue bener2 merasa bersalah udah mengekspos dia sama sesuatu yang lebih gelap. Tatyana mungkin rada emo, tapi dia masih pure. Tau kan perbedaannya?

5 bulan, kawan.

Gue nggak pernah kontak dia lagi. Not a single thought, not a single tear. It's better this way. We part when we're still friends. Daripada menjauh pelan2. Lebih baik kita pergi di jalan masing2, semoga satu saat kita akan ketemu lagi. Itu aja.

Dan makasi ya ke seorang bernama TYANA-SIGI yang mengingatkan gue tentang dia lagi. Siyal, ni anak, bisa2nya menstimulasi imajinasi gue untuk mikirin cerita yang rumit njelimet. Sigi jadi muse gue yang baru. Sebagaimana Tatyana jadi muse gue dulu saat bikin Mephistopheles. Gue mengerti sekarang. Kenapa semua seniman itu sangat memuja muse mereka, inspirasi mereka. Karena itu mirip jatuh cinta--tapi lebih murni. Nafsu yang terlibat itu beda, ini nafsu untuk mencipta. Dan rasanya jauh lebih baik gue mati kehabisan darah untuk mencipta sesuatu seperti ini daripada mati pendarahan abis ngelahirin karena nafsu birahi yang disebut cinta itu.

Creepy? I've warned you though.


Tidak ada komentar: